Kondisi Umum

Kondisi Umum

Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Letak, Luas dan Lokasi

Secara geografis Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru berada pada 9°53’32,013’’ – 9°29’43,809’’LS, 119°26’5,64’’- 119°53’21,172’’BT, sedangkan Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti berada pada 120 ̊03’-120 ̊19 ́ BT dan 9 ̊57 ́- 10 ̊11 ́ LS. Secara administratif Kawasan TN Matalawa berada pada tiga wilayah kabupaten yaitu Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur. Saat ini dua kawasan yang bergabung menjadi TN Matalawa memiliki luas masing-masing ±50.077,29 Ha untuk Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan ±42.002,39 Ha untuk Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti.

Topografi

Secara umum, kondisi fisik kawasan TN Matalawa bervariasi dari bibir pantai (0 meter dpl) dengan permukaan relatif datar, bergelombang, berbukit sampai dengan gunung. Kelompok hutan Laiwangi Wanggameti terklasifikasi menjadi tiga kelas lereng dengan rincian: kelas lereng 3 yaitu agak curam (15-25 %), kelas lereng 4 yaitu curam (25- 45%) dan kelas lereng 5 yaitu sangat curam (≥ 45%). Terdapat empat puncak yang merupakan gunung utama di Sumba yaitu: Puncak Manupeu di wilayah Sumba Barat, Puncak Tanadaru di wilayah Sumba Tengah, Puncak Laiwangi dan Puncak Wanggameti di wilayah Sumba Timur. Puncak tertinggi adalah Wanggameti terletak pada ketinggian 1.224 meter dpl.

Ikllim, Curah Hujan, dan Hidrologi

Sumba memiliki tipe iklim musiman yang keras dengan musim kering yang panjang yang terjadi antara bulan Mei – Nopember. Curah hujan tahunan antara 500 – 2000 mm/tahun dengan penguapan tertinggi di bukit dan pegunungan sebelah selatan (Jepson et al, 1996). Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dan berdasarkan Peta Curah Hujan Pulau Sumba Skala 1 : 2.000.000 (Verhandelingen No.42 Map.II Tahun 1951), tipe iklim di Pulau Sumba bervariasi dari C sampai dengan F. Curah hujan rata-rata TN Manupeu Tanah Daru berkisar antara 500-2000 mm/tahun, dan kawasan TN Laiwangi Wanggameti keadaan curah hujan berkisar antara 100-1500 mm/tahun. Ekosistem terestrial di kawasan Manupeu Tanah Daru sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah (Vierra, D. L. M, & Scariot, A., 2006), namun khusus di wilayah Gunung Wanggameti cukup lembab/basah dengan rata-rata kelembaban diatas 71%.

Kawasan Matalawa adalah kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, terutama perlindungan fungsi hidrologis dan pemanfaatannya untuk masyarakat Sumba. Hal ini karena Kawasan MATALAWA merupakan hulu dari belasan sungai yang penting di Pulau Sumba, diantaranya: DAS Kalada, DAS Wanokaka, DAS Nggongi, DAS Lailunggi, DAS Linggit, DAS Kambaniru, DAS Magili Rendi, DAS Tondu, DAS Wahang, DAS Praigaga, DAS Kadahang, DAS Palamedo, DAS Mamboro, DAS Labariri, DAS Praihau, DAS Tidas, DAS Tadanyalu, DAS Lailiang, DAS Lisi, dan DAS Tangairi.

Kondisi Bioetnologi

Flora
Berdasarkan serangkaian inventarisasi yang sudah dilakukan oleh PEH TN Matalawa bersama beberapa pihak diantaranya LIPI, JICA, JICS, Litbang Kehutanan Kupang, dan Himakova IPB, diketahui terdapat sekitar 375 jenis tumbuhan yang sudah teridentifikasi dari dalam Kawasan TN Matalawa. Sebanyak 90 jenis merupakan tumbuhan berkhasiat obat. Sebanyak 70 jenis epipit sudah teridentifikasi yang 16 jenis diantaranya adalah anggrek.

Jenis-jenis flora didominasi Alstonia spectabilis, Canarium sp, Ficus sp, Syzygium sp, Dysoxylum sp dan Palaqium sp. Jenis vegetasi penciri hutan sekunder – jenis yang umum dijumpai di hutan dataran rendah – adalah Melochia umbelata, Ficus septica, Casuarium oleosum, Toona sureni dan Legistromea sp. Beberapa jenis merupakan jenis yang dilindungi dan masuk dalam kategori CITES, Appedix II, yaitu Gaharu (Grinops verstegi) dan kategori CITES Appendix I, yaitu Cendana (Santalum album) (Iriansyah M dkk, 2005). Spesies-spesies potensial dan bernilai komersial tinggi tersebut merupakan aset potensi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru yang perlu dieksplorasi dan dibudidayakan dalam rangka upaya konservasi biodiversitas. Potensi jenis flora lainnya adalah jenis-jenis pohon kayu bangunan dengan kualitas mendekati kuat dan awet yaitu pohon Mayela (Orophea polycarpa). Kayu jenis ini dipergunakan secara terbatas pada perumahan adat sebagai penyangga utama bangunan rumah adat. Pada pemakaian di masyarakat, penggunaan jenis kayu mayela terbatas pada golongan/tingkat kelas sosial tertinggi pada status sosial adat Sumba. Pada umumnya adalah pemuka dan tokoh adat.

Fauna

Biodiversitas fauna didominasi oleh jenis-jenis burung sumba, baik jenis endemik maupun migran. Pulau Sumba memiliki keragaman jenis-jenis burung endemik yang tinggi. Jumlah spesises burung di kawasan taman nasional sebanyak 159 jenis dan terdapat delapan (11) spesies burung endemik yaitu: Burungmadu Sumba (Cinnyris buettikoferi), Cabai Sumba (Dicaeum wilhelminae), Myzomela Sumba (Myzomela dammermani), Gemak Sumba (Turnix everetti), Punai Sumba (Treron teysmanii), Walik Rawamanu (Ptilinopus dohertyl), Sikatan Sumba (Ficedula harterti), Sikatan Coklat Sumba (Muscicapa segregate), Pungguk Sumba, (Ninox sumbaensis), Pungguk Wengi (Ninox rudolfi) dan Julang Sumba (Rhyticeros everetti). Selain itu terdapat sekitar 19 anak jenis endemik, misalnya Nuri Bayan (Eclectus roratus cornelia) dan Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata).

TN MATALAWA memiliki empat jenis kupu-kupu endemik Sumba. Total jenis kupu- kupu yang ada di dalam Taman Nasional sekitar 94 jenis, diantaranya: Famili Papilionidae, Nymphalidae, Lycaenidae, Pieridae dan Satyridae. Keanekaragaman capung di TN MATALAWA diketahui sebanyak 41 jenis, enam jenis merupakan endemik dan satu jenis merupakan catatan baru (new record). Capung-capung tersebut termasuk ke dalam 10 famili yaitu: Libellulidae, Coenagrionidae, Aeshnidae, Platycnemididae, Euphaeidae, Corduliidae, Lestidae, Protoneuridae, Gomphidae dan Chlorocyphidae. Herpetofauna yang bisa dijumpai dalam kawasan TN MATALAWA terdiri dari 6 jenis amfibi dan 30 jenis reptil. Adapun jenis amfibi tersebut adalah: Bufo melanostictus, Fejervarya verruculosa, Hylarana elberti, Kaloula baleata, Litoria everetti dan Polypedates leucomystax. Sedangkan jenis-jenis reptil yang tercatat dalam Kawasan TN MATALAWA diantaranya: Draco abscurus, Eutropis multifasciatus, Lygosoma florens, Sphenomorphus maculatus, Gecko gecko, Hemydactylus garnotii, Gymnodactylus sermowaienis, Psammodynastes pulverulentus, Psammodynastes pictus, Trimeresurus albolabris, Python reticulatus dan Lycodon aulicus. Terdapat 28 jenis mamalia yang teridentifikasi di dalam Kawasan TN MATALAWA diantaranya: tikus besar lembah (Sundamys muelleri), kalong (Pteropus alecto), codot Nusa Tenggara (Cinopterus nusatenggara), Kelelawar buluh kecil (Tylonicteris pachypus), kelelawar ladam kecil (Rhinolophus pussilus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), musang luwak (Paradoxurus hermaproditus), babi hutan (Sus crofa) dan rusa Timor (Cervus timorensis).

Kondisi Sosekbud

Taman Nasional MATALAWA dikelilingi oleh 45 desa. Sebanyak 29 desa berbatasan langsung dengan kawasan Manupeu Tanah Daru dan 16 desa berbatasan langsung dengan Kawasan Laiwangi Wanggameti. Berikut adalah nama dan lokasi desa yang berbatasan langsung dengan Kawasan MATALAWA berdasarkan wilayah Seksi Pengelolaan TN:

  1. SPTN Wilayah I Waibakul yang terdiri dari Resort Pengelolaan Dasa Elu dan Resort Waimanu berbatasan dengan 5 Kecamatan (Loli, Wanukaka, Umbu Ratu Nggay, Umbu Ratu Nggay Barat, Katikutana Selatan) dan 12 desa induk serta 6 desa pemekaran yaitu : Maradesa (dan Maradesa Selatan), Waimanu, Manurara, Malinjak, Tanamodu, Konda Maloba (dan Oka Wacu – Dasa Elu), Umbu Pabal (dan Umbu Pabal Selatan), Umbu Langgang, Baliloku, Hupumada, Katikuloku (dan Rewa Rara), Beradolu (dan Modu Waimaringu). Terdapat satu wilayah enclave dengan luas sekitar ± 400 ha yaitu Dusun Lahona bagian dari Desa Hupumada.
  2. SPTN Wilayah II Lewa yang terdiri dari Resort Pengelolaan Praimahala, Resort Bidipraing dan Resort Praingkareha berbatasan dengan 15 desa induk dan 5 desa pemekaran yaitu: MBilur Pangadu, Ngadu Olu, Praikaroku Jangga, Padiratana, Kambata Wundut (dan Pindu Wangga Wundut), Konda Mara, Kangeli (dan Latalanya), Bidipraing, Watumbelar, Umamanu, Mondulambi, Billa (Watubokul – Praikomba), Praingkareha (dan Laputi), Wudipandak dan Waikanabu.
  3. SPTN Wilayah III Matawai Lapau yang terdiri dari Resort Pengelolaan Wanggameti, Resort Tandulajangga dan Resort Tawui berbatasan dengan 3 kecamatan (Pinu Pahar, Karera dan Matawai Lapau) dan 16 desa induk serta 1 desa persiapan, meliputi: Katikutana, Wanggameti, Katikuwai, Mahaniwa, desa persiapan Wai Kalimbung, Nangga, Tandula Jangga, Ananjaki, Praimadita, Wahang, Laiwanggi, Lailunggi, Tawui, Wanggabewa, Ambalangga dan Ramuk. Kepadatan penduduk di 17 desa sekitar kawasan SPTN wilayah III Matawai Lapau berkisar antara 16-24 jiwa/km2 . Berbeda dengan wilayah lain, pemukiman penduduk di sekitar SPTN wilayah III Matawai Lapau tidak mengelompok, tetapi tersebar menyesuaikan dengan lahan pertaniannya.